CONTOH MAKALAH | MALPRAKTEK KEDOKTERAN
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata makalah dapat diartikan dalam
dua hal, yakni makalah diaertikan sebagai tulisan resmi tentang suatu
pokok yang dimaksud untuk dibacakan di depan umum disuatu persidangan
dan sering di susun untuk diterbitkan. Kemudian yang kedua diartikan
sebagai karya tulis pelajar atau mahasiswa sebagai laporan hasil
pelaksanaan tugas sekolah atau perguruan tinggi.
CONTOH MAKALAH:
MALPRAKTEK KEDOKTERAN
OLEH
NAMA PENULIS
NPM:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2012
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 Tujuan
1.3 Kasus
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Malpraktek
2.2 Pembuktian Malpraktek Dibidang Pelayanan
Kesehatan
2.3 Tanggung Jawab Hukum
2.4 Upaya Pencegahan Dan Menghadapi Tuntutan
Malpraktek
2.5 Asumsi masyarakat terhadap
malpraktek
BAB III. PENUTUP
1.1 Kesimpulan
.1.2 Saran
Daftar pustaka
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji
syukur alhamdulillah kepada Allah SWT karena atas pemberian rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asas-asas Hukum pajak,
makalah ini di buat dalam rangka nilai dan tentunya sebagai bahan informasi
untuk para pembaca.
Dalam penyusunan makalah
ini saya menyadari bahwa dalam pembahasan masih banyak terdapat kekurangan baik
dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam penulisan kalimat. Walaupun
demikian saya telah berusaha semaksimal mungkin supaya dapat mencapai sasaran
penulisan makalah.
Saya berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi saya khususnya dan para pembaca umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mengamati pemberitaan media massa
akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian
medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan
yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitahukan
tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan,
dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan
masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice)
atau kelalaian medis.
Seperti yang terjadi di Batu, -Linda
Handayani- sosok bidan yang berpengalaman dan senior. Dia sudah praktik puluhan
tahun umurnya sudah 60 tahun lebih yang tersebut melakukan malpraktik atas
kelahiran istri dari Wiji Muhaimin. Bayi sungsang yang ditolong lahir dengan
leher putus. Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam
rahim. Kasus ini sampai mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat.
Menurut ketua Fraksi Gabungan Sugeng Minto Basuki atas kasus ini dia meminta
dinas kesehatan melakukan recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu.
Lepas dari fenomena tersebut, ada
yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah
sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Untuk diketahui,
sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi
kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah
ini akan membahas tentang salah satu kasus malpraktik di Indonesia.
1.2 Tujuan
- Menjelaskan pengertian malpraktek
- Menjelaskan jenis-jenis malpraktek di bidang pelayanan kesehatan
- Menjelaskan cara-cara pembuktian malpraktek
- Menjelaskan tentang tanggung jawab hukum
- Memahami upaya pencegahan malpraktek dan mengetahui cara menghadapi tuntutan hukum.
1.3 Kasus
Radar Malang, Kamis 10 Agustus 2006
SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS
Batu- Dunia kedokteran di Malang
Raya gempar. Seorang bidan bernama Linda Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I
Kota Batu, melakukan malpraktik saat menangani proses persalinan. Akibatnya,
pasien bernama Nunuk Rahayu, 39, tersebut terpaksa melahirkan anak ketiganya
dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu lahir dengan leher putus. Badan bayi
keluar duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim.
Kejadian ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin, 40,
kalut bukan kepalang.Bayi yang diidam idamkan selama 9 bulan 10 hari itu
ternyata lahir dengan cara yang sangat memprihatinkan. “Saya sedih sekali, tak
tega melihat anak saya,” ujar Muhaimin.
Terkait kronologi kejadian ini, pria
berkumis tebal tersebut menjelaskan, istrinya Selasa sore lalu mengalami
kontraksi. Melihat istrinya ada tanda-tanda melahirkan, Muhaimin membawa
istrinya ke bidan Linda Handayani, yang tak terlalu jauh dari tempat
tinggalnya. Begitu memasuki waktu shalat Magrib, dia pulang untuk shalat.
Muhaimin mengaku tidak punya firasat apa-apa sebelum
peristiwa tersebut terjadi. Selama ini dia yakin kalau istrinya akan melahirkan
normal. “Nggak ada firasat apa-apa. Ya normal-normal saja,” katanya.
Kemarin, istrinya masih belum bisa diwawancarai.
Pasalnya, Nunuk masih terbaring lemah di BKIA. Ia tampaknya masih tidur dengan
pulas. Kemungkinan, pulasnya tidur Nunuk tersebut akibat pengaruh obat bius
malam harinya.
Menurut Muhaimin, dia sangat sedih
ketika melihat bayinya tanpa kepala dengan ceceran darah di leher. Dia merasa
antara percaya dan tidak melihat kondisi itu. Namun, dia sedikit lega bisa
melihat anaknya ketika badan dan kepalanya disatukan. Menurut dia, bayi itu
sangat mungil dan cantik, kulitnya masih merah, dan rambutnya ikal. “Saya ciumi
dan usap wajahnya, sambil menangis,” kata Muhaimin dengan mata berkaca-kaca.
Meski kejadian ini dirasakan sangat
berat, Muhaimin akhirnya bisa juga menerima dan menganggap ini takdir Tuhan.
Tetapi untuk kasus hukumnya, dia tetap menyerahkan ke yang berwenang. Dia
berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga
sekitar, sebenarnya bidan Handayani adalah sosok bidan yang berpengalaman dan
senior. Dia sudah praktik puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga
merasa kaget mendengar kabar mengerikan itu datang dari bidan Handayani.
Kabar ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu.
Menurut ketua Fraksi Gabungan Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang
sangat terkenal di Batu. Kata dia, umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas
kasus ini dia meminta dinas kesehatan melakukan recovery lagi terhadap para
bidan yang ada di Batu. Dengan demikian kasus mengerikan semacam ini tidak akan
terulang lagi. “Saya juga meminta polisi segera mengusut kasus ini. Kalau perlu
izin praktiknya dicabut,” katanya.
Data Kasus Pengaduan Malpraktik yang Diterima YPKKI
Periode Oktober 1998-November 2001
No
|
Kasus Malpraktik
|
Tahun
|
Daerah Asal
Pengaduan
|
Pelaku
|
Jumlah
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Komplikasi pasca bedah
|
1998
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Diselesaikan melalui MKEK IDI di
Jakarta
|
2
|
Bedah mata mengakibatkan kebutaan
|
1998
|
Banjarmasin
|
Dokter
|
1
|
Diselesaikan melalui MKEK IDI
Surabaya.
|
3
|
Komplikasi Pioderma gangrenosa
pada operasi usus buntu
|
1999
|
Jakarta
|
Rumah sakit
|
1
|
Diselesaikan melalui mediasi YPKKI
|
4
|
Dokter kurang perhatian, kaki
pasien Diabetes mellitus diamputasi
|
1999
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Dalam proses MP2EPM Dinas
kesehatan DKI Jakarta
|
5
|
Komplikasi amnesia pada bedah Laparaskopi
|
1999
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Sedang dalam proses mediasi di
YPKKI.
|
6
|
Pengobatan irasional kedokteran
nuklir pada tempat pribadi dokter
|
2000
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Diproses oleh MKEK IDI Jakarta
|
7
|
Selang tertinggal dalam tubuh
pasien bedah ESWL selama 2,5 tahun
|
2000
|
Jakarta
|
Dokter dan rumah sakit
|
1
|
Masalah dengan dokter selesai
melalui mediasi di YPKKI.
Masalah dengan rumah sakit sedang
diproses di LKBH FHUI.
|
8
|
Dokter tidak dapat dihubungi,
pasien meninggal
|
2001
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Diselesaikan melalui jalur
pengadilan
|
9
|
Jenazah dokter sebagai jaminan
biaya perawatan
|
2001
|
Surabaya
|
Rumah sakit
|
1
|
Pengaduan tidak diteruskan,
keluarga pasien takut diteror
|
10
|
Pengangkatan ginjal kanan pasien
tanpa informasi
|
2001
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Sedang dalam proses mediasi di
YPKKI
|
11
|
Operasi batu empedu oleh dokter
yang tidak berkompeten
|
2001
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Sedang dalam proses mediasi di
YPKKI
|
12
|
Terapi pasca operasi kanker
payudara oileh dokter hewan
|
2001
|
Bekasi
|
Dokter
|
1
|
Pengaduan tidak diteruskan, data
tidak ada
|
13
|
Komplikasi alergi akibat kelalaian
dokter
|
2001
|
Bekasi
|
Dokter
|
1
|
Sedang dalam prose mediasi di
YPKKI
|
14
|
Mark up biaya
operasi
|
2001
|
Jakarta
|
Rumah sakit
|
1
|
Selesai melalui mediasi di YPKKI
|
15
|
Informasi operasi tidak transparan
|
2001
|
Jakarta
|
Dokter
|
5
|
Selesai melalui mediasi di YPKKI
|
16
|
Sikap dokter terhadap pasien
|
2001
|
Bekasi
|
Dokter
|
2
|
Selesai melalui mediasi di YPKKI
|
17
|
Informasi informed consent
tidak jelas
|
2001
|
Jakarta
|
Dokter
|
23
|
Selesai melalui mediasi di YPKKI
|
18
|
Benda asing tertinggal di tubuh
pasien operasi usus buntu
|
2001
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Sedang dalam proses mediasi di
YPKKI
|
19
|
Operasi batu ginjal kiri tertukar
dengan ginjal kanan
|
2001
|
Jakarta
|
Dokter
|
1
|
Sedang dalam proses mediasi di
YPKKI
|
Jumlah
|
46
|
|
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang
sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal”
mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau
“tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek
profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berlakunya norma etika dan norma
hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga
bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan
adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut
pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical
malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal
ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan
norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa
yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang
mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran
normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau
yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak
setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan
tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical
malpractice (Lord Chief Justice, 1893).
2.2 Pembuktian Malpraktek Dibidang
Pelayanan Kesehatan
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari
seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”.
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,
1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan
bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan
diwilayah tersebut.
Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut
terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan
medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam
transaksi teraputik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah
perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan
perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat verbintenis).
Sebagai contoh adanya komplain terhadap tenaga bidan
dari pasien yang menderita radang uretra setelah pemasangan kateter. Apakah hal
ini dapat dimintakan tanggung jawab hukum kepada tenaga bidan? Yang perlu
dipahami semua pihak adalah apakah ureteritis bukan merupakan resiko yang
melekat terhadap pemasangan kateter? Apakah tenaga bidan dalam memasang kateter
telah sesuai dengan prosedur profesional ?.
Hal-hal inilah yang menjadi pegangan untuk menentukan
ada dan tidaknya
malpraktek.
Apabila tenaga bidan didakwa telah melakukan kesalahan
profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak
memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Dalam hal tenaga bidan didakwa telah melakukan ciminal
malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga bidan tersebut telah
memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif
act) merupakan perbuatan yang tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap
batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).
Selanjutnya apabila tenaga bidan dituduh telah
melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita
luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah)
yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun
kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya
dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok
ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga bidan dengan pasien,
tenaga bidan haruslah bertindak berdasarkan
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari
kewajiban)
Jika seorang tenaga bidan melakukan asuhan kebidanan
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga bidan tersebut dapat
dipersalahkan.
c. Direct Causation (penyebab
langsung)
d. Damage (kerugian)
Tenaga bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)
yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela
diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif
tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga bidan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka
pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat
(pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang
mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan bidan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan
apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga
bidan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung
jawab tenaga bidan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien
dengan perkataan lain tidak ada contributory
negligence.
Misalnya ada kasus saat tenaga bidan akan
mengganti/memperbaiki kedudukan jarum infus pasien bayi, saat menggunting
perban ikut terpotong jari pasien tersebut .
Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta
yang secara tidak langsung dapat membuktikan kesalahan tenaga bidan, karena:
a. Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada
kelalaian tenaga bidan.
b. Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada
pada tanggung jawab bidan.
c. Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan
kejadian tersebut.
Malpraktek dalam asuhan kebidanan adalah suatu
kelalaian dari seseorang bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Jika dilihat dari pengertian tersebut dan dihubungkan
dengan kasus Bidan Handayani, maka bisa dikatakan Bidan Handayani telah
melakukan malpraktek. Bisa dikatakan demikian karena berdasarkan informasi yang
telah kami dapat. Tapi mengenai bukti kebenarannya secara pasti, dibutuhkan
data – data lengkap mengenai riwayat kehamilan Ibu Nunuk sampai mengenai
prosedur persalinan yang digunakan Bidan Handayani pada Ibu Nunuk. Tidak bisa
kita simpulkan hanya berdasarkan informasi sederhana yang kami dapat. Harus
ditelaah lebih dalam bukan hanya saat kejadian. Tapi juga saat proses
kehamilan. Apakah Ibu Nunuk rutin memeriksakan kehamilannya? Apakah Ibu Nunuk
selalu memeriksakan kehamilan pada Bidan Handayani atau bidan lain? Apakah
Bidan Handayani telah memperoleh informasi lengkap mengenai kondisi kehamilan
Ibu Nunuk? Apakah Bidan Handayani telah melakukan proses persalinan dengan
prosedur professional sesuai dengan keadaan kehamilan? Pertanyaan – pertanyaan
itulah yang perlu dijawab untuk membuktikan apakah Bidan Handayani melakukan
malpraktek atau tidak.
2.3 Tanggung Jawab Hukum
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya
kesehatan selalu dapat memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan
atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama
sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan
bidan atau merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya siapa yang harus
bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian tenaga
bidan.
Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam
tanggung gugat, antara lain:
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak
dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di
lapangan pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya
maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga
kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan
yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
- Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat
superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh
tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya
rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan
kelalaian bidan sebagai karyawannya.
- Liability in tort
Liability in tort adalah
tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan
melawan hukum tidak terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban
hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi
termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan
ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau
benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
2.4 Upaya Pencegahan Dan Menghadapi
Tuntutan Malpraktek
- Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat
tenaga bidan karena adanya mal praktek diharapkan para bidan dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak
menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum
melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat
semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila
terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan
pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin
komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien
tidak memuaskan sehingga bidan menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga bidan
seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif
membuktikan kelalaian bidan
.
Apabila tuduhan kepada bidan merupakan criminal
malpractice, maka tenaga bidan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti
untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau
tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti
bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk
of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang
dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan
pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni
dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban
atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban,
dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan
menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan
diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil
malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang
dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan
perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan
perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar
gugatan bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah
mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res
ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan
menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan
langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage),
sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan
dan hal inilah yang menguntungkan tenaga kebidanan
Di Indonesia terdapat ketentuan
informed consent yang diatur antara lain pada peraturan pemerintah no 18 tahun
1981 yaitu:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak
sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak
berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien,
walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnostic, terapuetik maupun
paliatif) memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai resiko cukup
besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien,
setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya
tindakan medis yang bersangkutan serta resikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3,
hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan
kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi
tidak boleh, kecuali bila dokter/bidan menilai bahwa informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan
informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberikan informasi kepada
keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang bidan/paramedic lain sebagai
saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian
tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostic, terapuetik maupun paliatif.
Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis
(berkaitan dengan informed consent).
2.5 Asumsi
masyarakat terhadap malpraktek
Maraknya malpraktek
di Indonesia membuat masyarakat tidak percaya lagi pada pelayanan kesehatan di
Indonesia. Ironisnya lagi, pihak kesehatan pun khawatir kalau para tenaga medis
Indonesia tidak berani lagi melakukan tindakan medis karena takut berhadapan
dengan hukum. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi yang
baik antara tenaga medis dan pasien. Tidak jarang seorang tenaga medis tidak
memberitahukan sebab dan akibat suatu tindakan medis. Pasien pun enggan
berkomunikasi dengan tenaga medis mengenai penyakitnya. Oleh karena itu,
Departemen Kesehatan perlu mengadakan penyuluhan atau sosialisasi kepada
masyarakat tentang bagaimana kinerja seorang tenaga medis.
Sekarang ini tuntutan
professional terhadap profesi ini makin tinggi. Berita yang menyudutkan serta
tudingan bahwa dokter telah melakukan kesalahan dibidang medis bermunculan. Di
Negara-negara maju yang lebih dulu mengenal istilah makpraktek medis ini
ternyata tuntutan terhadap tenaga medis yang melakukan ketidaklayakan dalam
praktek juga tidak surut. Biasanya yang menjadi sasaran terbesar adalah dokter
spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis anestesi serta
spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.
Di Indonesia,
fenomena ketidakpuasan pasien pada kinerja tenaga medis juga berkembang. Pada
awal januari tahun 2007 publik dikejutkan oleh demontrasi yang dilakukan oleh
para korban dugaan malpraktik medis ke Polda Metro Jaya dengan tuntutan agar
polisi dapat mengusut terus sampai tuntas setiap kasus dugaan malpraktek yang pernah
dilaporkan masyarakat.
Tuntutan yang demikian dari masyarakat dapat dipahami mengingat sangat sedikit jumlah kasus malpraktik medik yang diselesaikan di pengadilan. Apakah secara hukum perdata, hukum pidana atau dengan hukum administrasi. Padahal media massa nasional juga daerah berkali-kali melaporkan adanya dugaan malpraktik medik yang dilakukan dokter tapi sering tidak berujung pada peyelesaian melalui sistem peradilan.
Tuntutan yang demikian dari masyarakat dapat dipahami mengingat sangat sedikit jumlah kasus malpraktik medik yang diselesaikan di pengadilan. Apakah secara hukum perdata, hukum pidana atau dengan hukum administrasi. Padahal media massa nasional juga daerah berkali-kali melaporkan adanya dugaan malpraktik medik yang dilakukan dokter tapi sering tidak berujung pada peyelesaian melalui sistem peradilan.
Salah satu dampak
adanya malpraktek pada zaman sekarang ini (globalisasi)
Saat ini kita hidup di jaman globalisasi, jaman yang penuh tantangan, jaman yang penuh persaingan dimana terbukanya pintu bagi produk-produk asing maupun tenaga kerja asing ke Indonesia. Kalau kita kaitkan dengan dunia medis, ada manfaat yang didapat, tetapi banyak pula kerugian yang ditimbulkan. Manfaatnya adalah seiring mesuknya jaman globalisasi, maka tidak menutup kemungkinan akan kehadiran peralatan pelayanan kesehatan yang canggih. Hal ini memberikan peluang keberhasilan yang lebih besar dalam kesembuhan pasien. Akan tetapi, banyak juga kerugian yang ditimbulkan. Masuknya peralatan canggih tersebut memerlukan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikannya serta memperbaikinya kalau rusak. Yang menjadi sorotan disini adalah dalam hal pengoperasiannya. Coba kita analogikan terlebih dahulu, dengan masuknya peralatan-peralatan canggih tersebut, maka mutu pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. Namun, yang terjadi saat ini adalah banyak tenaga medis yang melakukan kesalahan dalam pengoperasian peralatan canggih tersebut sehingga menimbulkan malpraktek. Jelas sekali bahwa ketergantungan pada peralatan pelayanan kesehatan ini dapat menghambat pelayanan kesehatan. Untuk menindaklanjuti masalah ini, agar tidak sampai terjadi malpraktek, perlu adanya penyuluhan kepada tenaga pelayanan kesehatan mengenai masalah ini. Kemudian, perlu adanya penyesuaian kurikulum pendidikan dengan perkembangan teknologi. Satu hal yang lebih penting lagi adalah perlu adanya kesadaran bagi para tenaga medis untuk terus belajar dan belajar agar dapat meningkatkan kemampuannya dalam penggunaan peralatan canggih ini demi mencegah terjadinya malpraktek. Hal ini dapat direalisasikan dengan adanya penyuluhan yang disebutkan tadi. Selain pembahasan dari sisi peralatan tadi, juga perlu dipikirkan masalah eksistensi dokter Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, di jaman globalisasi ini memberikan pintu terbuka bagi tenaga kesehatan asing untuk masuk ke Indonesia, begitu pula tenaga kesehatan Indonesia dapat bekerja diluar negeri dengan mudah. Namun, apabila tidak ada tindakan untuk mempersiapkan hal ini, dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kesehatan kita.
Saat ini kita hidup di jaman globalisasi, jaman yang penuh tantangan, jaman yang penuh persaingan dimana terbukanya pintu bagi produk-produk asing maupun tenaga kerja asing ke Indonesia. Kalau kita kaitkan dengan dunia medis, ada manfaat yang didapat, tetapi banyak pula kerugian yang ditimbulkan. Manfaatnya adalah seiring mesuknya jaman globalisasi, maka tidak menutup kemungkinan akan kehadiran peralatan pelayanan kesehatan yang canggih. Hal ini memberikan peluang keberhasilan yang lebih besar dalam kesembuhan pasien. Akan tetapi, banyak juga kerugian yang ditimbulkan. Masuknya peralatan canggih tersebut memerlukan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikannya serta memperbaikinya kalau rusak. Yang menjadi sorotan disini adalah dalam hal pengoperasiannya. Coba kita analogikan terlebih dahulu, dengan masuknya peralatan-peralatan canggih tersebut, maka mutu pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. Namun, yang terjadi saat ini adalah banyak tenaga medis yang melakukan kesalahan dalam pengoperasian peralatan canggih tersebut sehingga menimbulkan malpraktek. Jelas sekali bahwa ketergantungan pada peralatan pelayanan kesehatan ini dapat menghambat pelayanan kesehatan. Untuk menindaklanjuti masalah ini, agar tidak sampai terjadi malpraktek, perlu adanya penyuluhan kepada tenaga pelayanan kesehatan mengenai masalah ini. Kemudian, perlu adanya penyesuaian kurikulum pendidikan dengan perkembangan teknologi. Satu hal yang lebih penting lagi adalah perlu adanya kesadaran bagi para tenaga medis untuk terus belajar dan belajar agar dapat meningkatkan kemampuannya dalam penggunaan peralatan canggih ini demi mencegah terjadinya malpraktek. Hal ini dapat direalisasikan dengan adanya penyuluhan yang disebutkan tadi. Selain pembahasan dari sisi peralatan tadi, juga perlu dipikirkan masalah eksistensi dokter Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, di jaman globalisasi ini memberikan pintu terbuka bagi tenaga kesehatan asing untuk masuk ke Indonesia, begitu pula tenaga kesehatan Indonesia dapat bekerja diluar negeri dengan mudah. Namun, apabila tidak ada tindakan untuk mempersiapkan hal ini, dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kesehatan kita.
.Bayangkan saja,
tidak menutup kemungkinan apabila seorang tenaga medis yang kurang
mempersiapkan dirinya untuk berkiprah di negeri orang, dikarenakan ilmunya yang
masih minim serta perbedaan kurikulum di negeri yang ia tempati, terjadilah
malpraktek. Hal ini tidak saja mencoreng nama baik tenaga edis tersebut
tersebut, tetapi juga nama baik dunia kesehatan Indonesia. Yang jelas, kami
sangat berharap akan peran dari Pemerintah pada umumnya dan peran dari
Departemen Kesehatan pada khususnya untuk mempersiapkan tenaga kesehatan
Indonesia dalam menghadapi era globalisasi saat ini.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya
dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti
“salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,
sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun
arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah
“kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance
Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berdasarkan kasus Bidan Linda Handayani yang telah
kami pelajari, dapat disimpulkan bahwa masih kurang jelas apakah pada kasus
tersebut ada unsur sengaja atau tidak sengaja. Masih banyak hal yang harus
dibuktikan dalam kasus ini. Jadi bidan Linda Handayani hendaknya menjelaskan
pada proses keadilan tentang hal sebenarnya.
Selanjutnya apabila keluarga menuduh bidan Linda
Handayani telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal
dunia, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah)
yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun
kurang praduga.
1.2 Saran
Bidan Handayani sebagai seorang bidan senior hendaknya
dapat menunjukkan profesionalisme sebagai seorang tenaga kesehatan. Dalam arti
beliau harus bisa menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang kronologis
peristiwa yang terjadi, agar tidak menimbulkan prasangka publik yang akhirnya
akan menimbulkan fitnah dan isu-isu yang tidak benar. Dan pada akhirnya juga
akan merugikan nama baik sebagai seorang bidan serta hilangnya kepercayaan
masyarakat.
Sesuai dengan kode etik profesi dan sumpah jabatan
sebagai seorang tenaga kesehatan harus dapat mempertanggungjawabkan kejadian
yang telah terjadi. Karena bidan adalah sebagai pelaku utama dalam kasus ini,
bidan harus bisa menjelaskan dengan sebenar- benarnya sebab terjadinya
peristiwa saat membantu persalinan bayi sungsang lahir dengan leher putus.
Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim,
kejadian tersebut sangat ironi.
Menurut standar kewenangan profesi kebidanan
seharusnya seorang bidan tidak mempunyai kewenangan untuk membantu persalinan
dalam kondisisi sungsang. Bidan harus bisa menyadari hal tersebut dan
seharusnya bidan melakukan rujukan. Hal tersebut merupakan keadaan abnormal dan
persalinan tidak dapat ditolong pervaginam melainkan harus ditangani oleh yang
ahli yaitu obgin.
Daftar pustaka
http://www.opensubscriber.com/message/dokter@itb.ac.id/4645648.html Diakses pada tanggal 31 Juni 2010 pukul 20.19 WIB
http://bidankita.com/?p=210 Diakses pada tanggal 29 Mei 2010 pukul 15.30 WIB
Ameln,F., 1991, Kapita Selekta
Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
Dahlan, S., 2002, Hukum
Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Posting Komentar untuk "CONTOH MAKALAH | MALPRAKTEK KEDOKTERAN"